Archives

Kuntowijoyo, (1984), “ Agama, Negara, dan Formasi Sosial”, Prisma, No.8, Jakarta: P.34-46


Dalam dua dasawarsa terkhir, banyak perubahan yang berpengaruh terhadap kehidupan politik Indonesia. Setelah tragedy nasional tahun 1965, militer muncul sebagai kekuatan social yang dominan dalam menentukan struktur politik serta arah proses politik, dengan memainkan peranan dwi fungsi yang efektif. Namun tidak berarti bahwa Indonesia merupakan sebuah Negara militer., karena kekuasaan itu diperoleh tidak melalui aksi militer, tetapi lebih-lebih melalui maneuver politik yang canggih. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia , militer berhasil menegakkan stabilitas yang tak terbantah.
Pada tahun-tahun pertama sesudah 1965, timbul optimesme yang kuat di kalangan partai politik yang dilarang sukarno khususnya partai islam Masyumi dan PSI. banyak para pemimpinnya ditarik dalam pemerintahan orde baru memanfaatkan bakat dan keahlian untuk mencapai kepentingan politik dan ekonomi. Golkar yang didukung oleh pemerintah memenangkan pemilihan umum tahun 1971, yang sebagian besar kontestan menuduh pemilu yang tidak bersih, disertai manipulasi suara, penuh paksaan dan ancaman, bahkan melanggar hak konstitusional warga. Namun tak juga yakin dengan diperolehnya mayoritas yang demikian besar dan saya menilai ada kehawatiran dari pemerintah terhadap partai perkembangan partai politik selain golkar sebagai partai yang didukung oleh pemerintah. Yang dilakukan adalah pada tahun 1971 dan 1977 yaitu menyederhanakan politik dengan memprakarsai penggabungan partai-partai politik dalam 3 organisasi yaitu Golkar, PDI, Dan PPP. Golkar adalah golongan fungsional, PDI merupakan merjer PNI, partai katolik, Partai Murba, Kindo, sedang yang ketiga penggabungan partai-partai islam seperti Parmusi, NU, PSII, dan Perti. Tidak hanya penyederhanaan yang dilakukan oleh pemerintah, ternyata pemerintah berhasil memainkan peanan yang lebih dengan mengelolah kepemimpinan politik PDI dan PPP.
Bisa dikatakan PDI yang anggota terbesarnya, PNI, memilki paham ideologo marhaenisme yang populis yang dirumuskan oleh sukarno pada tahun 1927. mulai ditinggalkan atas campur tangan pemerintah ketika itu. Walaupun ideology itu tidak dipakai lagi, PDI masih menggunakan semboyan-semboyan PNI untuk mengerahkan massa. Adapaun dalam PPP, persoalan ideology tidak ada, karena PPP adalah partai islam sudah jelas ideologinya. PPP unsure terbesar adalah NU, tapi yang menjadi masalah adalah pembagian kekuasaan dan hak istimewah, Parmusi secara politis dekat dengan pemerintah, karena pemimpinnya praktis ditunjuk oleh pemerintah. Perselisihan terjadi ketika pemerintah mendesak PPP untuk menyingkirkan mereka yang “bergaris keras” yang masuk dalam parlemen.. proses melunakkan partai islam berlangsung terus sampai pemilihan umum 1982 belakangan ini.
Pemrintah orde baru kemudian di tahun 1983 melalui suara mayoritas golkar di dalam MPR, dengan politik pragmatis menipiskan ideology semua partai agar tidak menjadi negative, menjadikan pancasila sebagai ideology tunggal pancasila sesungguhnya sudah merupakan suatu consensus nasional dan sah, tetapi dibuat prinsip yang eksklusif dan lengkap. Satu yang menjadi catatan penting adalah masalah ideology itu itu sekali lagi mendorong umat ke pojok suatu tema yang saya jelaskan kemudian. Hal itu sesuai dengan tema sejarah mengenai hubungan antara politik dan agama: yakni alienasidan sikap menentangdalam agama. Memang dalam dua dasawarsa yang lewat ini desakan dan isyu berganti-ganti menempatkan ummat pada posisi defensive.
Beberapa permasalahan penting politik dan agama antara lain
1. Masalah politik kelas. Sebagaimana dimaklumi, tiada lagi politik berdasarkan kelas sejak pembubaran PKI. Sebelum tahun 1965, perkumpulan politik dan kelompok kepentingan serupa itu banyak sekali: dalam kenyataannya, tiap partai politik mempunyai organisasi bawahan yang berupa golongan kepentingan masing-masing,n walaupun tak semua perkumpulan ini dilengkapi dengan ideology kesadaran kelas. Hanya PKI dan organisasi bawahannya yang mempermaklumkan ideology kesadaran kelas. Tak ada satu pun bisa selamat dari tragedy 1956.
2. Menyangkut orgainsasi politik yang berdasarkan agama. Walaupun kemerosotan politik bersdasarkan agama agaknya segera datang, namun sampai saat ini umat masih merupakan kelompok yang paling strategis yang paling penting untuk diperhitungkan. Di tahun 1971, 1977, 1982 adalah janji-janji dan bukti yang dilakukan oleh partai politik terhadap umat. Golkar aktif memajukan dan memodernisir system pendidikan islam dengan mendekati sector-sektor yang diabaikan dalam jaringan pendidikan islam, pesantren. Dengan memberikan subsidi kepada pesantern, santri maupun kyai. Itu semua untuk kepentingan politik.
3. Persoalan arus yang mendasari stabilitas politik dan kebijaksanaan pembangunan dewasa ini. Dengan mayoritas di tangan Golkar dan dukungan di tangan teknokrat, pengusaha dan militer, maka pemerintah nasional menjadi cukup efektif.

Kerangka percaturan politik
Untuk menjawab pertanyaan itu perlulah kita melihat factor-faktor yang menentukan percaturan politik Indonesia. Dalam hubungannya dengan mobilisasi dan partisipasi politik, hingga kini kita dapatkan tiga teori yaitu:
1. Kebudayaan politik
2. Politik patron-client
3. Ekonomi politik
Kegagalan kebudayaan politik dalam menjelaskna detil percaturan politk Indonesia telah mengundang banyak kalangan terpelajar untuk mengajukan penjelasan lain. Seorang pengamat kawakan terhadap masyarakat dan sejarah Indonesia. Politik Patorn Client tentulah berlaku pada kehidupan Politik pasca 1965. Suara mayoritas yang mengesankan untuk Golkar dalam tiga Pemilu terkahir hanya dapat dijelaskan dengan kerangka patron client. Pemilu itu jelas menunjukkan keterlibatan para pembesar Negara dan pejabat-pejabat sampai ke lurah desa. Memang adanya percaturan politik kelas diamati oleh Richard Robinson dalam pendekatan ekonomi politiknya terhadap pemerintahan dan percaturan politik orde Baru. Ia melihat pembentukan masyarakat kelas yang tumbuh pesat sepanjang dua dasawarsa yang lewat. Dalam kerangka analisa Marxian, ia mengutarakan bahwa suatu kelas pemilik modal birokrat demokratik telah tumbuh subur karena kebijaksanaan pembangunan. Persekutuan mereka dengan kapitalisme dunia telah membuat Indonesia hanya jadi mata rantai dari serangkaian pembagian kerja dan eksploitasi ekonomi Internasional.
Sekarang tiba saatnya untuk mempertanyakan peranan islam dalam sebagai agama agama dan umat islam sebagai suatu keolmpok strategis atau satuan politik dalam pembangunan social dan ekonomi. Kaum muslimin Indonesia senantiasa menganggap tak ada pemisahan antara yang suci dan yang sekuler dalam islam, yang berarti bahwa agama juga berhubungan dengan soal-soal duniawi, katakanlah dengan politik. Umat, yang merupakan penjelmaan social dari nilai-nilai islam, memang memainkan peranan penting pada titik-titik kritis dalam sejarah Indonesia. Sebagaimana ditunjukkan oleh tragedy tahun 1965. Jadi untuk menjawab pertanyaan itu kita pertama-tama harus menjernihkan posisi islam sekarang. Sebagai seorang sejarawan, ingin melihatnya lewat paralelisme diakronik, dengan menengok kembali peranan agama dan umatnyapada periode-periode sejarah tertentu, khususnya dalam hubungannya dengan formasi social pada periode bersangkutan
Politik liberal dari pemerintah colonial membawa konsekuensi terbukanya Indonesia buat penetrasi penanaman modal dan perluasan pasar internasional. Kelas pedagang muslim kemudian mampu menangkap peluang ini dan memperoleh kembali semangat berusaha. Di Jawa tengah kebanyakan masyarakat pedagang muslim muncul di sekitar lingkungan pedesaan yang kebanyakan tradisional. Mereka tumbuh makmur dengan industry batik dan rokok kretek. Jenis kelas menengah inilah yang memimpin gerakan modern islam yang pertama, Sarekat Islam. Semula ia menyebut diri sarekat dagang Islam (SDI) yang jelas menunjukkan asal usul dan tujuannya. Pada masa itu, kelas menengah pribumi bersaing keras dengan pedagang cina, yang telah lam berkuasa. SDI menjadi artikulasi kebencian pribumi terhadap bisnis cina yang memonopoli jaringan perdagangan. SDI melawan golongan Cina itu dengan aksi boikot terhadap barang dagangan mereka dan mendirikan bisnis sendiri. Diberbagai tempat gerakan koperasi SDI dapat mengalahkan pesaing china. Ia pun menjadi lebaga pendidikan usahawan Muslim.
Selam dua dasawarsa yang lewat, telah terjadi alienasi politik, pemorosotan ekonomi dan social yang diderita umat. Dengan referensi paralelisme historis, tampaknya memang perkembangan kea rah masyarakat berkelas senantiasa disertai dengan alienasi politik agama, baik sekarang maupun pada masa mataram. Yang sekarang merupakan masyarakat kapitalis, sedang dahului adalah masyarakat upeti.